Mati di sore hari bukanlah waktu yang tepat, kan?
Masih ramai anak sekolah yang sibuk berlarian di tengah lapang. Kaki-kaki kecil mereka yang saling mengejar, berlomba mendapatkan posisi pertama padahal tidak dapat apa-apa. Pun matahari masih di atas sana. Sinarnya begitu panas seolah belum sudi untuk bergantian dengan sang malam. Oh, kematian di sore hari ketika surya masih begitu terang? Tentu saja tidak.
Aku bisa menunggu kematian ketika malam atau mungkin dini hari. Saat semua orang lelap dan pulas, aku bisa mencoba menunggu kematian. Malam hari adalah waktu yang sepi, tanpa suara dan ramai mulut yang ribut. Mungkin saja kematian sudi untuk keluar di malam hari, ketika hanya sisa tik-tak jam dinding. Mungkin saja malam hari adalah waktu yang tepat untukku berduaan dengannya. Jadi aku akan menunggu sedikit lebih lama lagi.
“Sudahkah kau dengar kakek tetangga meninggal dunia?” Temanku Ami mengusik pikiranku tentang kematian. Oh, lihatlah wajah lugunya. Ia sama sekali tidak menunggu dan peduli dengan kematian. Ia adalah sosok yang terang benderang. Ia bercahaya dan berkilauan. Kematian seperti tidak cocok dengannya, kematian tidak akan sudi bertemu dengannya. Ia sangat mencintai hidupnya. Ia mungkin bahkan tidak mengenal kematian itu.
“Benarkah? Ia bertemu dengan kematian?”
Ami, gadis menyilaukan itu mengangguk. Ternyata ia tidak masalah saat aku menyebut namanya. Mungkin saja Ami mengenal kematian, namun ia memilih untuk tidak peduli.
“Kakek meninggal di rumah sakit. Umurnya memang sudah tua, jadi begitulah”
Aku tahu, bahwa kematian selalu dekat dengan dua hal. Rumah sakit dan orang tua. Aku tidak sakit pula masih begitu muda. Lantas, bagaimana mungkin aku bisa menemukannya tanpa dua hal tersebut? Penyakit seperti apa yang sangat disukai kematian? Apa dengan memasuki rumah sakit lantas aku bisa bertemu dengannya? Sepertinya tidak. Lantas, pada angka berapa aku dapat langsung ditemui olehnya? Apa dengan tambahnya umurku dia akan semakin menyukaiku? Ah, tidak juga. Aku tahu ada tua renta berumur ratusan dan kematian belum juga sudi menemuinya.
Nanti malam, mungkin saja ia mau bertemu denganku. Nanti malam, namun tidak di sore yang hangat ini.